REFORMASI PEREKONOMIAN INDONESIA
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih
baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis
politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktorfaktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi
salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar- tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki
adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.
Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap
kesulitan dan penderitaan rakyat.
A. Krisis finansial
Asia
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak
bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi
Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan
Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah
mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako
di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak
terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk
mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran
dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi,
walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan
(letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak
sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta.
Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462
miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar
Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar
negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi
oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya
kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru
mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri,
namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia
merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa
pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh
para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam
pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok
terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari
daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah
dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga
dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena
pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun
peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat
biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam
merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan
dari berbagai kondisi, seperti:
1) Hutang luar
negeri
Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab
terjadinyakrisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara,
tetapisangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis
ekonomi.
2)
Industrialisasi
pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai
negaraindustri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat
Indonesia.Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan
tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).
3) Pemerintahan
Sentralistik
pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnyasehingga
semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah
pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagaikepanjangan tangan
pemerintah pusat.
1. Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan
pemerintah dalam upaya menekan laju inflasi dan
memperkuat nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai
anggaran berimbang, dengan membatasi deficit anggaran sampai pada tingkat yang
dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri. Kebijaksanaan moneter
yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan
laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan
menahan naiknya permintaan aggregat, juga untuk mendorong masyarakat
meningkatkan tabungan di sektor perbankan.
Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa
tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan
berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap
perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan
selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat
yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.
2. Kebijaksanaan Ekonomi Mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah,
ditujukan, antara lain:
a. untuk
mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi
program penyediaan kebutuhan pokok
dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan pendidikan dan
kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya
mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah;
b. sistem
perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lembaga
perbankan;
c.
merestrukturisasi hutang luar negeri;
d. mereformasi
struktural di sektor riil; dan
e. mendorong
ekspor.
Sumber : http://andinurhasanah.wordpress.com/2012/12/31/reformasi-ekonomi-di-indonesia/